Ketika operasi Israel menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, menggusur sebagian besar penduduknya, dan melemahkan cengkeraman Hamas di wilayah tersebut, pelanggaran hukum mulai menyebar.
Penjarahan menjadi tantangan baru bagi truk-truk PBB, dan korban jiwa terus bertambah di titik-titik pengiriman bantuan. Israel berulang kali menyalahkan Hamas dan geng-geng bersenjata atas kekacauan tersebut.
PBB memperingatkan, hanya beberapa minggu setelah perang dimulai, bahwa ketertiban sipil mulai runtuh, dengan warga Palestina yang putus asa mengambil tepung dan perlengkapan kebersihan dari gudang. Pada November 2024, PBB kembali membunyikan alarm, menyatakan bahwa kapasitas untuk mengirimkan bantuan telah "hilang sepenuhnya".
Dalam salah satu insiden penjarahan terburuk, lebih dari 100 truk hilang, katanya. Para pengemudi dipaksa menurunkan muatan truk di bawah todongan senjata, petugas bantuan terluka, dan kendaraan rusak parah.
Seiring melemahnya cengkeraman Hamas di Gaza dan melemahnya kekuatan kepolisian wilayah tersebut, muncul geng-geng yang mencuri bantuan dan menjualnya kembali. Israel juga telah mempersenjatai milisi lokal untuk melawan Hamas – sebuah langkah kontroversial yang telah diperingatkan oleh para politisi oposisi akan membahayakan keamanan nasional Israel.
Mempersenjatai milisi tampaknya merupakan langkah paling dekat yang dilakukan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memberdayakan segala bentuk pemerintahan alternatif di Jalur Gaza. Sejak awal perang, pemimpin Israel tersebut menolak untuk menyusun rencana tata kelola Gaza setelah konflik berakhir.
Post a Comment